Selasa, 28 Juni 2011

PENGERTIAN FUNGSI DAN PROSES AKUNTANSI

PEMBAHASAN

A. Definisi Akuntansi

Berbagai pakar akuntansi memberikan definisi yang berbeda-beda tentang akuntansi walaupun yang dimaksud adalah sama perbedaan tersebut disebabkan disamping karena adanya sudut pandang berbeda latar belakang, sosial ekonomi yang berbeda juga karena adanya perbedaan penonjolan(penekanan)

Kata akuntansi berasal dari bahasa Inggris to account yang berarti memperhitungkan atau mempertangung jawabkan dan kata accountancy yang berarti hal-hal yang bersangkutan dengan sesuatu yang dikerjakan oleh akuntan ( accountant ).

Akuntansi: seperangkat pengetahuan dan fungsi yang berkepentingan dengan masalah pengadaan, pengabsahan, pencatatan, penggolongan dan penyajian secara sistematik informasi yang dapt dipercaya dan berdaya guna tentang transaksi dan peristiwa yang bersifat keuangan yang diperlukan dalam pengelolaan dan pengoperasian suatu unit usaha dan yang diperlukan sebagai dasar penyusunan laporan yang harus disampaikan untuk memenuhi pertanggung jawaban keuangan dan lainya.

Akuntansi adalah pengukuran, penjabaran, atau pemberian kepastian mengenai informasi yang akan membantu manajer, investor, otoritas pajak dan pembuat keputusan lain untuk membuat alokasi sumber daya keputusan di dalam perusahaan, organisasi, dan lembaga pemerintah.

Akuntansi adalah seni dalam mengukur, berkomunikasi dan menginterpretasikan aktivitas keuangan. Secara luas, akuntansi juga dikenal sebagai “bahasa bisnis”.

Akuntansi adalah suatu proses mencatat, mengklasifikasi, meringkas, mengolah dan menyajikan data, transaksi serta kejadian yang berhubungan dengan keuangan sehingga dapat digunakan oleh orang yang menggunakannya dengan mudah dimengerti untuk pengambilan suatu keputusan serta tujuan lainnya.

Akuntansi bertujuan untuk menyiapkan suatu laporan keuangan yang akurat agar dapat dimanfaatkan oleh para manajer, pengambil kebijakan, dan pihak berkepentingan lainnya, seperti pemegang saham, kreditur, atau pemilik. Pencatatan harian yang terlibat dalam proses ini dikenal dengan istilah pembukuan.

B. Fungsi Akuntansi

a) fungsi dasar akuntansi

1. Menciptakan sistem akuntansi.
2. Membuat prosedur untuk mencatat, menggolongkan dan memeasukan secara singkat transaksi-transaksi perusahaanl.
3. Memberikan laporan/keterangan pada manajemen untuk penyusunan anggaran dan pengendalian aktiva dan pengambilan keputusan.

b) fungsi akuntansi

1. Menyiapkan metode dan standar untuk mengukur ongkos yang telah dikeluarkan
2. Melaporkan data akuntansi
3. Menafsirkan data akuntansi

C. Proses Akuntansi

Proses akuntansi adalah serangkaian kegiatan yang diawali dengan transaksi dan berakhir dengan penutupan buku – berakhirnya seluruh proses pencatatan pada periode tertentu. Karena proses ini diulang setiap periode pelaporan, ini disebut sebagai siklus akuntansi dan mencakup langkah-langkah utama, yaitu:

1. Tahap Pencatatan dan Penggolongan

Tahap pertama yang dilalui dalam proses akuntansi adalah tahap pencatatan dan penggolongan. Kegiatan-kegiatan yang termasuk dalam tahap pencatatan dan penggolongan antara lain:

a. penyusunan atau pembuatan bukti- bukti pembukuan atau bukti transaksi, baik transaksi internal maupun transaksi eksternal,

b. pencatatan ke dalam jurnal, baik jurnal umum maupun jurnal khusus,

c. posting atau pencatatan ke buku besar, baik ke buku besar utama maupun buku besar pembantu.

2. Tahap Pengikhtisaran/Peringkasan

Tahap yang harus dilalui setelah melakukan pencatatan dan penggolongan yaitu tahap pengikhtisaran/peringkasan. Pada tahap pengikhtisaran/peringkasan, meliputi kegiatan-kegiatan berikut ini.

a. penyusunan neraca saldo, yang datanya bersumber dari saldo-saldo yang ada pada buku besar,

b. penyusunan jurnal penyesuaian, untuk menyesuaikan dengan keadaan atau fakta yang sebenarnya pada akhir periode, dan penyusunan kertas kerja/neraca lajur yang bertujuan untuk mempermudah penyusunan laporan keuangan,

c. pembuatan jurnal penutup, dibuat untuk mengetahui besarnya laba atau rugi suatu perusahaan, sekaligus untuk menutup perkiraan atau akun yang bersifat sementara (temporary account),

d. pembuatan necara saldo setelah penutupan, dipergunakan untuk mengecek kembali pencatatan yang akan dilakukan pada periode berikutnya,

e. penyusunan jurnal pembalik, dipergunakan untuk mengantisipasi terjadinya kesalahan pencatatan pada periode akuntansi berikutnya.

3. Tahap Pelaporan dan Penganalisaan

Tahap terakhir yang harus dilalui yaitu tahap pelaporan dan penganalisaan. Adapun tahap pelaporan dan penganalisaan meliputi kegiatan-kegiatan berikut ini.

a. Penyusunan laporan keuangan, yang terdiri atas Laporan Laba/Rugi, Laporan Perubahan Modal, Neraca, dan Laporan Arus Kas.

b. Pembuatan analisa laporan keuangan digunakan untuk pengambilan keputusan ekonomi, baik untuk perkembangan usaha maupun penambahan investasi.

PENUTUP

A. Kesimpulan

a. Berbagai pakar akuntansi berbeda pendapat dalam mendefinisikan akuntansi tetapi dalam perbedaan tersebut yang di maksud adalah sama yaitu akuntansi adalah suatu proses mencatat, mengklasifikasi, meringkas, mengolah dan menyajikan data, transaksi serta kejadian yang berhubungan dengan keuangan sehingga dapat digunakan oleh orang yang menggunakannya dengan mudah dimengerti untuk pengambilan suatu keputusan serta tujuan lainnya.

b. Fungsi Akuntansi

1. Fungsi Dasar Akuntansi

· Menciptakan sistem akuntansi.

· Membuat prosedur untuk mencatat, menggolongkan dan memeasukan secara singkat transaksi-transaksi perusahaanl.

· Memberikan laporan/keterangan pada manajemen untuk penyusunan anggaran dan pengendalian aktiva dan pengambilan keputusan.

2. Fungsi Akuntansi

· Menyiapkan metode dan standar untuk mengukur ongkos yang telah dikeluarkan

Melaporkan data akuntansi

· Menafsirkan data akuntansi

c. Proses Akuntansi

· Tahap Pencatatan dan Penggolongan

· Tahap Pengikhtisaran/Peringkasan

· Tahap Pelaporan dan Penganalisaan

Pengertian dan Penjelasan Dasar Akuntansi - Definisi, Arti, Fungsi dan Kegunaan - Belajar Ilmu Akutansi / Accounting


A. Pengertian dan Definisi Akuntansi
Akuntansi adalah suatu proses mencatat, mengklasifikasi, meringkas, mengolah dan menyajikan data, transaksi serta kejadian yang berhubungan dengan keuangan sehingga dapat digunakan oleh orang yang menggunakannya dengan mudah dimengerti untuk pengambilan suatu keputusan serta tujuan lainnya.
Akuntansi berasal dari kata asing accounting yang artinya bila diterjemahkan ke dalam bahasa indonesia adalah menghitung atau mempertanggungjawabkan. Akuntansi digunakan di hampir seluruh kegiatan bisnis di seluruh dunia untuk mengambil keputusan sehingga disebut sebagai bahasa bisnis.
B. Fungsi Akuntansi
Fungsi utama akuntansi adalah sebagai informasi keuangan suatu organisasi. Dari laporan akuntansi kita bisa melihat posisi keuangan sutu organisasi beserta perubahan yang terjadi di dalamnya. Akuntansi dibuat secara kualitatif dengan satuan ukuran uang. Informasi mengenai keuangan sangat dibutuhkan khususnya oleh pihak manajer / manajemen untuk membantu membuat keputusan suatu organisasi.
C. Laporan Dasar Akuntansi
Pada dasarnya proses akuntansi akan membuat output laporan rugi laba, laporan perubahan modal, dan laporan neraca pada suatu perusahaan atau organisasi lainnya. Pada suatu laporan akuntansi harus mencantumkan nama perusahaan, nama laporan, dan tanggal penyusunan atau jangka waktu laporan tersebut untuk memudahkan orang lain memahaminya. Laporan dapat bersifat periodik dan ada juga yang bersifat suatu waktu tertentu saja.

Jumat, 24 Juni 2011

PENGAMATAN TERHADAP FENOMENA KEBAHASAAN ”DIALEK –LEH dan –NEM” (SEBUAH KAJIAN SOSIOLINGUISTIK DI KECAMATAN LASEM KABUPATEN REMBANG )


                                         
BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Sosiolinguistik merupakan sebuah disiplin linguistik yang mengkaji bahasa dalam masyarakat. Pandangan de Saussure (1916) yang menyebutkan bahwa bahasa adalah salah satu lembaga kemasyarakatan, yang sama dengan lembaga kemasyarakatan lain, seperti perkawinan, pewarisan harta peninggalan, dan sebagainya telah memberi isyarat akan pentingnya perhatian terhadap dimensi sosial bahasa. Namun, kesadaran tentang hubungan yang erat antara bahasa dan masyarakat baru muncul pada pertengahan abad ini (periksa Hudson 1996: 2). Para ahli bahasa mulai sadar bahwa pengkajian bahasa tanpa mengaitkannya dengan masyarakat akan mengesampingkan beberapa aspek penting dan menarik, bahkan mungkin menyempitkan pandangan terhadap disiplin bahasa itu sendiri. Argumentasi ini telah dikembangkan oleh Labov (1972) dan Halliday (1973). Alasannya adalah bahwa ujaran mempunyai fungsi sosial, baik sebagai alat komunikasi maupun sebagai suatu cara mengidentifikasikan kelompok sosial.
Di dalam hidup bermasyarakat, manusia selalu mengadakan interaksi dengan makhluk hidup lain, baik berinteraksi dengan sesama manusia maupun dengan hewan, tumbuhan dan bahkan dengan benda-benda mati. Dalam berinteraksi dengan sesamanya, manusia menggunakan bahasa sebagai salah satu alat komunikasi. Hal ini sesuai dengan salah satu fungsi bahasa yaitu sebagai alat komunikasi (Lubis, 1993:3) atau alat interaksi (Chaer, 1995:22).
Apabila kita mempelajari bahasa tanpa mengacu ke masyarakat yang menggunakannya sama dengan menyingkirkan kemungkinan ditemukannya penjelasan sosial bagi struktur yang digunakan.   Satu aspek yang juga  mulai disadari adalah hakikat pemakaian bahasa sebagai suatu gejala yang senantiasa berubah. Suatu pemakaian bahasa itu bukanlah cara pertuturan yang digunakan oleh semua orang, bagi semua situasi dalam bentuk yang sama, sebaliknya pemakaian bahasa itu berbeda-beda tergantung pada berbagai faktor, baik faktor sosial, budaya, psikologis, maupun pragmatis. Hubungan bahasa dan faktor-faktor tersebut dikaji secara mendalam dalam disiplin sosiolinguistik.Fenomena pemilihan bahasa (language choice) dalam masyarakat multibahasa merupakan gejala yang menarik untuk dikaji. Di dalam penelitian ini, peneliti menganglat tentang fenomena kabahasaan berupa dialek –leh dan –nem  yang terjadi dimasyarakat Kabupaten .
Kabupaten  merupakan salah satu dari 35 Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Tengah, yang berada di daerah Pantura bagian Timur  sepanjang pantai utara Laut Jawa memanjang ke timur dengan Kota  sebagai Ibu Kota pusat pemerintahan. Secara geografis terbagi atas  14 Kecamatan yang terbagi lagi dalam 13 Kelurahan, 270 Desa, 1.209 Dusun, 1.497 RW dan 4.289 RT yang seluruhnya merupakan desa Swasembada. Karena terdapatnya banyak desa dan kecamatan tersebut merupakan salah satu faktor penyebab adanya variasi bahasa dan munculnya dialek-dialek tertentu seperti dialek –leh dan –nem . Salah satu tempat di Kabupaten  yang menjadi objek penelitian ini adalah Pasar Lasem yang terletak di jalan pantura. Banyaknya kecamatn dan desa di Kabupaten  menyebabkan terdapat banyak variasi bahasa. Yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah mengenai penggunaan dialeg po’o, ho, pak yang digunakan oleh mayoritas penduduk Kabupaten Rembang.
Dialek tersebut sering ditemui dalam kehidupan sehari-hari. Namun dalam penelitian ini salah satu tempat yang dijadikan objek adalah Pasar Lasem. Karena Pasar Lasem merupakan pusat perdagangan di Kecamatan Lasem Kabupaten Rembang sehingga kemungkinan dialek po’o, ho, pak akan muncul secara kompleks di tempat tersebut. Baik pengunjung ataupun pedagang berasal dari berbagai kecamatan, sehingga lebih memudahkan penelitian ini.
B.     Rumusan Masalah
1.)    Apakah manfaat adanya dialek –leh dan –nem  pada peristiwa tutur yang terjadi pada mayoritas penduduk di Kabupaten Rembang?
2.)    Bagaimana pemahamanan antara penutur dan mitra tutur dengan digunakannya dialek –leh dan –nem  pada suatu peristiwa tutur di Kabupaten Rembang?
C.    Tujuan
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui manfaat digunakannya dialek –leh dan –nem  pada suatu peristiwa tutur di Kabupaten Rembang. Selain itu juga bertujuan untuk mengetahui pemahaman masyarakat di Kabupaten  Rembang dengan adanya dialek –leh dan -nem dalam bahasa komunikasi sehari-hari.
BAB II
LANDASAN TEORETIS

                Sesuai dengan namanya, sosiolinguistik mengkaji hubungan bahasa dan masyarakat (Wardhaugh, 1984: 4; Holmes, 1993; 1; Hudson, 1996: 2), yang  mengaitkan dua bidang yang dapat dikaji secara terpisah, yaitu struktur formal bahasa oleh linguistik dan struktur masyarakat oleh sosiologi. Bahasa dalam kajian sosiolinguistik tidak didekati sebagai bahasa sebagaimana dalam kajian linguistik teoretis, melainkan didekati sebagai sarana interaksi di dalam masyarakat.
            Ada asumsi penting di dalam sosiolinguistik yang menya­takan bahwa bahasa itu tidak pernah monolitik keberadaannya (Bell, 1975). Asumsi ini mengandung pengertian bahwa sosio-linguistik memandang masyarakat yang dikajinya sebagai masyarakat yang beragam setidak-tidaknya dalam hal penggunaan bahasa atau dalam pilihan bahasa mereka. Adanya fenomena pemakaian variasi bahasa dalam masyarakat tutur dikontrol oleh faktor-faktor sosial, budaya, dan situasional (Kartomihardjo, 1981, Fasold, 1984, Hudson, 1996, Wijana (1997: 5).
            Studi pemilihan bahasa dalam masyarakat seperti itu lebih mengutamakan aspek tutur (speech) daripada aspek bahasa (language). Sebagai aspek tutur, pemakaian bahasa relatif berubah-ubah sesuai dengan perubahan unsur-unsur dalam konteks sosial budaya. Hymes (1972; 1973; 1980) merumuskan unsur-unsur itu dalam akronim SPEAKING, yang merupakan salah satu topik di dalam etnografi komunikasi (the etnography of communication), yang oleh Fishman (1976: 15) dan Labov (1972: 283) disebut sebagai variabel sosiolinguistik. Yang meliputi :

1) setting and scene (latar dan suasana tutur)
(2) participants (peserta tutur)
(3) ends (tujuan tutur),
(4) act sequence (topik/urutan tutur)
(5) keys (nada tutur)
(6) instrumentalities (sarana tutur)
(7) norms (norma-norma tutur), dan
 (8) genre (jenis tutur)
Latar tutur meliputi tempat tutur dan suasana tutur. Tempat tutur  mengacu pada keadaan fisik, sedangkan suasana tutur mengacu pada suasana psikologis (baik bersifat resmi maupun tidak rsemi) tindak tutur dilaksanakan.
 Peserta tutur mengacu pada penutur, mitra tutur, dan orang yang dituturkan. Pemilihan bahasa antar-peserta tutur ditentukan oleh perbedaan dimensi vertikal dan dimensi horisontal. Dimensi pertama meliputi perbedaan umur,   status sosial eknomi, dan kedudukan dalam masyarakat. Perbedaan dimensi kedua antara lain meliputi perbedaan tingkat keakraban antarpeserta tutur.
Tujuan tutur merupakan hasil yang diharapkan atau yang tidak diharapkan dari tujuan tindak tutur, baik ditujukan kepada individu maupun masyarakat sebagai sasarnnya. Suatu tuturan mungkin bertujuan menyampaikan buah pikiran, membujuk, dan mengubah perilaku (konatif).
Topik tuturan mengacu pada apa yang dibicarakan (massage content) dan cara penyampaiannya (massage form). Dalam sebuah peristiwa tutur, beberapa topik tutur dapat muncul secara berurutan. Perubahan topik tutur dalam peristiwa tutur akan berpengaruh terhadap pemilihan bahasa.
Nada tutur diwujudkan, baik berupa tingkah laku verbal maupun nonverbal. Nada tutur verbal mengacu pada perubahan bunyi bahasa, yang dapat menunjukkan keseriusan, kehumoran, atau kesantaian tindak tutur. Nada tutur non-verbal dapat berujud gerak anggota badan, perubahan air muka, dan sorot mata. 
Sarana tutur mengacu pada saluran tutur dan bentuk tutur. Sarana tutur dapat berupa sarana lisan, tulis, dan isyarat. Bentuk tutur dapat berupa bahasa sebagai sistem mandiri, variasi bahasa seperti dialek, ragam, dan register.
Norma tutur berhubungan dengan norma interaksi dan norma interpretasi/ Yang dimaksud norma interaksi adalah norma yang bertalian dengan boleh–tidaknya sesuatu dilaksanakan oleh peserta tutur pada waktu tuturan berlangsung, sedangkan  norma interpretasi merupakan norma yang dimiliki oleh kelompok masyarakat tutur tertentu.
Adapun jenis tutur meliputi kategori kebahasaan seperti prosa, puisi, dongeng, legenda, doa, kuliah, iklan dan sebagainya.
Kedelapan variabel komponen tutur Hymes tidaklah sepenuhnya digunakan dalam setiap pemerian fenomena pemakaian bahasa dalam dimensi sosial budaya, tetapi tergantung pada fokus variabel yang diperhatikan. Dalam kenyataannya, kedelapan variabel komponen tersebut tidak selalu hadir secara bersamaan dalam sebuah peristiwa tutur tertentu. Untuk itu pembatasan variabel komponen tutur yang sesuai dengan fokus pemerian pemilihan bahasa Jawa dan bahasa Indonesia dalam penelitian ini sangatlah diperlukan.
Pandangan Hymes di atas dijadikan kerangka konsep pelaksanaan penelitian ini. Kedelapan komponen peristiwa tutur tersebut merupakan faktor luar bahasa yang menentukan pemilihan bahasa. Ervin-Trip (dalam Grosjean 1982: 125) mengidentifikasikan empat faktor utama yang menyebabkan pemilihan bahasa, yaitu
(1) latar (waktu dan tempat) dan situasi
(2) partisipan dalam interaksi
(3) topik percakapan, dan
 (4) fungsi interaksi
Aspek yang perlu diperhatikan dari faktor partisipan adalah
(a) keahlian berbahasa
(b) pilihan bahasa yang dianggap lebih baik
(c) status sosial ekonomi
(d) usia
(e) jenis kelamim
(f) pendidikan
(g) pekerjaan
(h) latar belakang etnis
(i) relasi kekeluargaan
(j) keintiman
(k) sikap kepada bahasa-bahasa, dan
(l) kekuatan luar yang menekan

Faktor situasi mencakup:
(a) lokasi atau latar
(b) kehadiran pembicara monolingual
(c) tingkat formalitas dan
(d) tingkat keintiman.
Faktor isi wacana berkaitan dengan
(a) topik percakapan
(b) tipe kosakata.
Faktor fungsi interaksi mencakup:
(a) strategi menaikan status
(b) jarak sosial
(c) melarang masuk atau mengeluargak sesoorang dari pembicaraan, dan
 (d) memerintah atau meminta
Dari jabaran di atas, yang perlu diperhatikan adalah adanya atau jarang terdapat faktor tunggal yang mempengaruhi pemilihan bahasa seorang dwibahasawan/multibahasawan. Yang menjadi pertanyaan adalah “apakaah faktor-faktor itu memiliki kedudukan yang sama pentingnya?. Umumnya beberapa faktor menduduki kedudukan yang lebih penting daripada faktor lainnya. Di Obewart, Gal (dalam Grosjean, 1982: 143) menemukan bukti bahwa karakteristik pembicara dan pendengar menduduki faktor penentu terpenting. Sedangkan faktor topik dan latar merupakan faktor yang kurang penting daripada faktor partisipan.
Berbeda dengan Gal, Rubin menemukan faktor penentu yang terpenting adalah lokasi interaksi. Rubin meneliti pilihan bahasa Guarani dan Spanyol di Paraguay. Dari penelitian itu dapat disimpulkan bahwa lokasi interaksi, yaitu (1) desa, (2) sekolah, dan (3) tempat umum, sangat menentukan pilihan bahasa oleh pembicara bilingual. Di desa, pembicara akan memilih bahasa Guarani, di sekolah akan memilih bahasa Spanyol, dan di tempat umum memimilih bahasa Spanyol (Grosjean 1982: 43).


BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A.    Lokasi Penelitian
Lokasi yang dijadikan objek dalam penelitian ini adalah Kabupaten Rembang, Jawa Tengah yang terdiri atas  14 Kecamatan yang terbagi lagi dalam 13 Kelurahan, 270 Desa, 1.209 Dusun, 1.497 RW dan 4.289 RT yang seluruhnya merupakan desa Swasembada. Fokus kajian diarahkan pada Pasar Lasem yang merupakan pusat perdagangan di Kecamatan Lasem Kabupaten Rembang. Pengambilan tempat ini sebagai objek kajian dengan mempertimbangkan adanya asumsi masyarakat Lasem sendiri bahwa Pasar Lasem adalah pusat perdagangannya orang-orang sekecamatan Lasem. Sehingga baik penjual atau pembeli bersal dari berbagai daerah (namun masih dalam lingkup kecamatan Lasem). Di Pasar Lasem ini kemungkinan akan mampu memunculkan berbagai macam variasi bahasa an juga dialek khas Rembang (po’o, ho, pak) khususnya.

B.     Data dan Sumber Data
Data dan sumber data dalam penelitian ini adalah masyarakat di Kabupaten Rembang, khususnya masyarakat yang tergabung dalam komunitas Pasar Lasem. Data penelitian ini dikelompokkan atas data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang berupa tuturan atau bagian tutur lisan dari berbagai peristiwa tutur di dalam berbagai ranah sosial. Data sekunder adalah data yang berupa informasi atau keterangan tentang latar sosial, budaya, dan situasional yang menjadi faktor penentu terjadinya peristiwa tutur di dalam berbagai ranah sosial. Data pertama dikumpulkan dengan menggunakan metode pengamatan dan wawancara. Metode pertama dilakukan dengan teknik simak (Sudaryanto, 1993: 133-135). Metode kedua dilakukan melalui wawancara terstruktur dan wawancara mendalam (indept interview) . Kedua metode itu digunakan alat bantu catat dengan menggunakan catatan tangan hasil pengamatan.





1.      Data Primer Hasil Pengamatan di Pasar Lasem

Ø  Percakapan 1
KONTEKS : PENJUAL DAN PEMBELI SEDANG TAWAR MENAWAR BARANG DI PASAR LASEM
PEMBELI       : “ PAK KELAPANE PINTEN?”
PENJUAL       : “ SETUNGGALE 2000 BU
PEMBELI       : “ LARANG TEMEN PAK? SEWUNAN LAKWISLEH”.
PENJUAL      : “DERENG PARENG BU. MPUNLEH BU, 2000 LAH, TAK  JAMIN APIK”.
PEMBELI       : “ ALAH PAK, DI DUNKE MENEHLEH REGANE”


Ø  Percakapan 2
KONTEKS : PENJUAL DAN PEMBELI SEDANG TAWAR MENAWAR BARANG DI PASAR LASEM
PEMBELI       : “ IWAKEM PIRO MBAK?”
PENJUAL      : “ SEKILO KALIH WELAS BU, MONGGO NJENENGAN MILIH”.
PEMBELI       : “ KOK 12.000 MEN LEH? GAK ENTUK KURANG IKI?”
PENJUAL       : “DERENG PARENG KOK BU,
PEMBELI       : “ PIYELEH MBAK, MOSOK GAK ISO KURANG?”
PENJUAL       : “ LHO BU, IWAKE SEGER-SEGER KOK BU.


Ø  Percakapan 3
KONTEKS : PENJUAL DAN PEMBELI SEDANG TAWAR MENAWAR BARANG DI PASAR LASEM
PENJUAL       : “ MONGGO BU, RAMBUTANE APIK-APIK…”
PEMBELI       : “ PIRONAN RAMBUTANEM IKU?”
PENJUAL       : “ WISLEH BU 5000 AE…”
PEMBELI      : “ EH…KOK MURAH TEMEN  LEH, LEGI TENAN PO GAK IKU?”
PENJUAL       : “ LEGI BU, JAJAL LAH. WISLEH BU, GAK NGAPUSI”


2.      Data Sekunder :
          Berdasarkan hasil wawancara dan juga informasi yang diperoleh dari masyarakat setempat, faktor penentu munculnya dialek leh dan nem pada setiap peristiwa tutur di kabupaten Rembang disebabkan karena adat dan kebiasaan dari masyarakat sebelumnya. Penggunaan dialek tersebut pada dasarnya merupakan ciri khas yang sulit dihilangkan oleh masyarakat Rembang khususnya Lasem. Dialek tersebut muncul dengan sendirinya ketika sedang berkomunikasi tanpa disadari.
           Secara spontan dilek-dialek tersebut muncul tanpa disadari penuturnya. Kemungkinan, dialek-dialek itu muncul larena memberikan rasa nyaman saat kita berbicara. Menurut salah satu sumber, mengatakan bahwa penggunaan dialek itu merupakan ciri khas yang sulit untuk dihilangkan. Dialek itu mampu memberikan rasa nyaman ketika seorang penutur sedang berkomunikasi. Selain itu, data sekunder juga memberi pemantapan atau mempertegas suatu tuturan dalam berlomunikasi.
          Tak hanya sebatas itu saja, rata-rata masyarakat desa di Kabupaten Rembang masih kental dengan dialek leh dan nem  ini. Sulit sekali untuk dihilanglan karena mereka masih memegang anggapan primitif bahwa dialek tersebut baik dan tidak terkesan kasar. Padahal jika kita tengah berada di lain daerah, mungkin orang yang kita ajak bicara akan tertawa dengan dialek yang kita gunakan, atau bahkan kadang tidak mengerti apa maksud ucapan kita. Dialek anatara tempat yang satu dengan yang lain itu tidaklah sama. Jadi pada intinya dialek di tiap-tiap daerah itu akan lebih baik jika digunakan secara lokal saja agar lebih mengefektifkan suatu komunikasi.
          Begitupun dengan masyarakat Lasem. Mayoritas masih erat dengan dialek-dialek tersebut. Kalaupun ada yang sudah bisa menghilangkannya itu hanya sebatas karena rasa gengsi atau tuntutan profesi semata. Karena pada dasarnya, sejauh apapun kita meninggalkan tempat asal kita, maka ketika kembali lagi adat dan kebiasaan itu akan melekat kembali dalam diri kita. Karena yang namanya adat, dan kebiasaan itu tidak bisa hilang dari diri kita. Begitupun sebaliknya, jika ada pendatang masuk ke Rembang, tentu tuturannya berbeda. Masih kental dengan tempat asalnya.





C.    Teknik Pengumpulan Data
            Data dikumpulkan dengan metode pengamatan antar penjual pembeli di Pasar Lasem dan wawancara terhadap masyarakat setempat serta dokumentasi berupa foto.

D.    Analisis Data
            Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan analisis sosiolinguistik dengan teori Dell Hymes 91972 yang sudah dijelaskan pada bab sebelumnya.



BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

            Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan analisis sosiolinguistik dengan teori Dell Hymes 1972 yang merumuskan unsur-unsur itu dalam akronim SPEAKING yaitu Setting (latar), Partisipant (peserta tutur), Ends (tujuan tutur), Act sequence (topik , isi tuturan), Key (nada tutur), Norms (norma tutur) dan Genre (jenis tutur).
            Pada percakapan 1, 2, dan 3 mempunyai latar, peserta tutur, tujuan yang sama yaitu berada di pasar Lasem dalam kegiatan jual beli untuk melakukan transaksi jual beli dan memperoleh suatu kesepakatan. Jika kita melihat dari aspek Act sequence, nada tuturan dan norma maka akan terlihat perbedaan.
            Pada percakapan 1 ada seorang ibu yang membeli kelapa pada sebuah penjual. Dalam percakapannya mereka menggunakan bahasa Jawa. Pada percakapan tersebut terlihat adanya dialek yang digunakan oleh penjual dan pembeli yaitu –leh. “Larang temen pak?sewunan lakwisleh”. Kata lakwisleh merupakan dialek orang Rembang. Kata lakwisleh berasal dari kata lakwis, kemudian mendapat imbuhan –leh yang merupakan  ciri khas dialek orang Rembang.
            Imbuhan –leh dalam percakapan ini juga mempunyai fungsi untuk memperhalus tuturan. Perhatikan kata “sewunan lakwisleh....., mpunleh buk... apabila kata tersebut tidak memperoleh imbuhan –leh maka akan menjadi “sewunan lakwis..., mpun buk....” jika dirasakan kata-kata tersebut akan terkesan kurang halus.
            Selain itu imbuhan –leh juga berfungsi untuk membujuk atau merayu mitra tutur seperti pada percakapan alah pak, di dunke menehleh regane”. Kata tersebut berfungsi merayu penjual agar harganya bisa diturunkan lagi. Apabila kata tersebut tidak di tambahi –leh “ alah pak, di dunke meneh regane” bisa jadi penjual akan tersinggung karena kata-kata yang digunakan terkesan kurang sopan.
            Sedangkan pada percakapan 2 ada seorang ibu yang membeli ikan pada sebuah penjual. Dalam percakapannya mereka menggunakan bahasa Jawa, tetpai bahasa yang digunakan adalah bahasa Jawa ngoko. Hal ini terjadi karena ibu tersebut menganggap penjualnya lebih muda dari dia. Pada percakapan tersebut terlihat adanya dialek yang digunakan oleh penjual dan pembeli yaitu –em. “iwakem piro mbak?”. Kata iwakem merupakan dialek orang Rembang. Kata iwakem berasal dari kata iwak, kemudian mendapat imbuhan –em yang merupakan  ciri khas dialek orang Rembang. Imbuhan –em menunjukkan atau menerangkan kepemilikkan, misalnya : Hpnem, tasem, motorem, sandalem, dll.
            Kata yang mendapat imbuhan –em terkadang salah diartikan oleh mitra tutur yang bukan berasal dari Rembang, contohnya : “SMPnem ndi?” . Jika kita bertanya kepada orang yang bukan orang Rembang, maka ada yang mereka tangkap bahwa “letak SMP 6 dimana?”. Padahal maksud pertanyaan tersebut adalah SMPmu mana?
            Akan tetapi jika dirasakan, imbuhan –em akan menjadikan kata kurang halus atau menjadi agak kasar. Mekipun begitu imbuhan ini tetap saja dilekatkan pada setiap percakapan.
                           

BAB V
PENUTUP

·         Simpulan
Pengamatan Terhadap Fenomena Kebahasaan Pada Dialek leh dan nem di Kabupaten Rembang menyimpulkan bahwa dialek yang akrab digunakan masyarakat Rembang itu muncul dengan sendirinya yang terkadang tanpa disadari penuturnya. Kemungkinan, dialek-dialek itu muncul karena memberikan rasa nyaman saat berbicara, atau bisa juga disebabkan karena adat dan kebiasaan dari masyarakat sebelumnya. Penggunaan dialek tersebut pada dasarnya merupakan ciri khas yang sulit dihilangkan oleh masyarakat Rembang. Rata-rata masyarakat desa di Kabupaten Rembang masih kental dengan dialek leh dan nem ini. Sulit sekali untuk dihilanglan karena mereka masih memegang anggapan primitif bahwa dialek tersebut baik dan tidak terkesan kasar. Namun hal ini merupakan kenyamanan dan kebanggaan tersendiri bagi masyarakat Rembang. Karena mampu menjunjung nilai budaya kota Rembang.

·         Saran
Dalam penelitian ini mmapu menemukan adanya penggunaan dialek leh dan nem yang masih melekat erat dalam diri mayoritas masyarakat Rembang. Adat istiadat serta kebiasaan turun temurun dari masyarakat yang sebelumnya merupakan salah satu faktor pendorong yang utama. Namun sejauh mana dan seperti apa wujud eratnya dialek tersebut dengan diri masyarkat Rembang, belum diungkap dalam penelitian ini. Penelitian seperti itu sangat bermakna dalam upaya pembinaan dan pengembangan bahasa daerah. Mengingat sekarang ini, kekhawatiran adanya pergeseran dan kepunahan bahasa-bahasa daerah telah menjadi wacana dalam berbagai kalangan pemerhati bahasa.






DAFTAR PUSTAKA

Chaer, Abdul dan Leonie Agustina. 2004. Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka Cipta.

Fathurrokhman. Fenomena Pemilihan Bahasa dalam Masyarakat Multilingual: Paradigma Sosiolinguistik. (diunduh 4-06-2009)

Santoso, Budi.Alih Kode yang Terjadi pada Masyrakat Tutur Bilingual dalam Wacana Jual Beli Peralatan Camping.(diunduh 16 Juli 2009)



Pengembangan Potensi Bahasa Sejak Dini

Bahasa merupakan alat yang penting bagi setiap orang. Bahasa dapat dimaknai sebagai suatu sistem tanda, baik lisan maupun tulisan dan merupakan sistem komunikasi antar manusia. Melalui berbahasa seseorang atau anak akan dapat mengembangkan kemampuan bergaul (social skill) dengan orang lain. Penguasaan keterampilan bergaul dalam lingkungan sosial dimulai dengan penguasaan kemampuan berbahasa. Tanpa bahasa seseorang tidak akan dapat berkomunikasi dengan orang lain. Anak dapat mengekspresikan pikirannya menggunakan bahasa sehingga orang lain dapat menangkap apa yang dipikirkan oleh anak. Komunikasi antar anak dapat terjalin dengan baik dengan bahasa sehingga anak dapat membangun hubungan sehingga tidak mengherankan bahwa bahasa dianggap sebagai salah satu indikator kesuksesan seorang anak. Anak yang dianggap banyak berbicara, kadang merupakan cerminan anak yang cerdas.
            Bahasa memungkinkan manusia berfikir secara abstrak di mana objek-objek yang faktual ditransformasikan menjadi simbol-simbol bahasa yang bersifat abstrak. Dengan adanya transformasi ini maka manusia dapat berfikir mengenai satu objek tertentu meskipun objek tersebut secara faktual tidak berada di tempat di mana kegiatan berfikir itu dilakukan. Adanya simbol bahasa yang bersifat abstrak ini memungkinkan manusia untuk untuk memikirkan sesuatu secara berlanjut. Demikian juga bahasa memberikan kemampuan untuk berfikir secara teratur dan sistematis. Transformasi objek faktual menjadi simbol abstrak yang diwujudkan lewat pembendaharaan ini dirangkaikan oleh tata bahasa untuk mengemukakan suatu jalan pemikiran atau ekspresi perasaan.
Bahasa mencakup komunikasi non verbal dan komunikasi verbal serta dapat dipelajari secara teratur tergantung pada kematangan serta kesempatan belajar yang dimiliki seseorang, demikian juga bahasa merupakan landasan seorang anak untuk mempelajari hal-hal lain. Sebelum dia belajar pengetahuan-pengetahuan lain, dia perlu menggunakan bahasa agar dapat memahami dengan baik . Anak akan dapat mengembangkan kemampuannya dalam bidang pengucapan bunyi, menulis, membaca yang sangat mendukung kemampuan keaksaraan di tingkat yang lebih tinggi.
Setiap anak mempunyai perkembangan bahasa lisan yang berbeda-beda karena muatan informasi yang dapat dikumpulkan anak tidak hanya tergantung pada banyaknya dan jenis penglihatan dan pendengaran yang mereka miliki. Namun juga pada cara mereka belajar menggunakan penglihatan dan pendengaran itu. Masing-masing anak belajar memanfaatkan informasi sensorik yang tersedia dengan caranya sendiri. Beberapa anak berinteraksi dengan dunianya terutama dengan sentuhannya, sementara yang lain mungkin lebih bergantung pada penglihatan dan pendengarannya. Bagi kebanyakan anak, kombinasi dari kesemuanya itu akan paling bermanfaat. Bagi anak lainnya, menggunakan pendengaran, penglihatan, dan sentuhan pada saat yang bersamaan terasa membingungkan dan dalam situasi yang berbedaan, mereka mungkin memilih untuk menggantungkan terutama satu indera.
Semua anak tampaknya melalui serangkaian tahap bahasa ketika mereka memperoleh bahasa. Tahap itu dapat berbeda, tetapi urutan tahap pemerolehan bahasa itu tampaknya sama bagi setiap anak. Menurut Aitchison (1984),
Tahap menangis, yakni suatu tahap dimana bayi mengeluarkan tangisan. Tangisan bayi ternyata mempunyai beberapa tipe makan. Sebenarnya tidaklah tepat bila dikatakan bahwa tangisan adalah fase perkembangan bahasa, karena tampaknya tangisan itu merupakan komunikasi yang bersifat instingtif. Hasil penelitian membuktikan bahwa makna tangisan bayi bersifat universal.
Tahap mendengkur, yakni suatu tahap ketika anak itu mulai mengeluarkan bunyi dengkuran seperti dengkur burung merpati. Bunyi seperti itu sering diidentifikasi sebagai mirip dengan vokal, meskipun pengecekan dengan spektogram menunjukkan bunyi dengkuran itu tidak sama dengan vokal orang dewasa.
Tahap meraban, yakni tahap di mana anak itu mulai melatih alat-alat ucapkan dengan mengeluarkan bunyi mama, dada dan sejenisnya. Bunyi-bunyi semacam itu bersifat universal. Artinya gejala semacam itu berlaku bagi setiap anak di dunia, tidak pandang bulu anak itu berbahasa apa dan dari etnis dan bangsa apa anak itu. Pada tahap ini anak juga masih mendengkur di samping meraban.
Tahap pola intonasi, yakni tahap di mana anak itu mulai menirukan pola intonasi orang tuanya.
Tahap tuturan satu kata, yakni tahap di mana anak itu mulai memperoleh empat atau lima kata sampai kurang lebih lima puluh kata. Rata-rata anak memperoleh lima belas kata yang berupa nama orang, binatang atau benda.
Tahap tuturan dua kata, yakni tahap anak memperoleh kata mencapai ratusan jumlahnya. Tahap ini sering disebut sebagai tahap telegrafis karena tuturan anak itu mirip dengan telegram yang sangat singkat, lazimnya dua kata yang sudah merupakan kalimat utuh.
Tahap infeksi kata, yakni tahap anak mulai memperoleh kata-kata turunan dari kata benda atau kata kerja, dan lain-lain dan anak memperoleh kata ulang serta mungkin juga kata majemuk.
Tahap bentuk tanya dan ingkar yaitu tahap di mana anak itu mulai dapat menggunakan bentuk tanya dan bentuk ingkar.
Tahap konstruksi yang jarang atau kompleks yaitu tahap di mana anak itu mulai menggunakan konstruksi yang jarang digunakan atau konstruksi yang kompleks, seperti kalimat majemuk.
Tahap tuturan yang matang, yaitu tahap di mana anak sudah memperoleh tuturan yang lengkap yang mirip atau sama dengan tuturan yang dikuasai oleh orang dewasa. Pada tahap itu, periode kritis sudah lewat dan anak sudah menguasai kaidah tata bahasanya secara relatif sempurna.
Perkembangan bahasa terkait dengan perkembangan kognitif yang berarti faktor intelek/kognisi sangat berpengaruh terhadap perkembangan kemampuan berbahasa. Perkembangan bahasa juga dipengaruhi lingkungan, karena bahasa pada dasarnya merupakan hasil belajar dari lingkungan. Belajar bahasa yang sebenarnya baru dilakukan oleh anak berusia 6-7 tahun, di saat mulai bersekolah. Jadi, perkembangan bahasa adalah meningkatnya kemampuan penguasaan alat berkomunikasi, baik alat komunikasi dengan cara lisan, tertulis maupun menggunakan tanda-tanda dan isyarat.
Anda bersiap-siap untuk berbicara ketika mereka mulai mengoceh banyak dan mereka benar-benar mencoba untuk membentuk kata. Anda dapat membantu anak Anda mengembangkan lebih cepat pada waktu ini dengan berbicara kepada mereka banyak. Jangan lupa bahwa anak Anda memahami Anda, tapi tidak bisa menanggapi. Ketika Anda berbicara kepada mereka, mereka sedang membangun kosakata menggunakan keterampilan kognitif mereka. Ini adalah tahap yang sangat penting dalam perkembangan bahasa. Juga pada tahap ini mungkin terlalu dini untuk memperkenalkan bahasa baru tetapi jika mereka terpapar dua bahasa yang berbeda pada saat yang sama, mereka dapat mulai berbicara sedikit kemudian.
Kaum Bihellionis dengan hipotesanya menyatakan bahwa lingkungan sangat berpengaruh terhadap perilaku seseorang secara sosiolinguistik, pengaruh tersebut berhubungan dengan perilaku berbahasa. Perilaku berbahasa orang tua dan orang di sekitar anak akan tmapak jelas dalam tutur bahasa anaknya. Fenomena yang menarik untuk diamati pada perbedaan kemampuan berbahasa pada anak dalam usia yang sama.
Anak usia dini memiliki potensi yang luar biasa, terutama dalam bidang bahasa. Saat itu otak tumbuh pesat dan siap diisi dengan berbagai informasi dan pengalaman. Penelitian menunjukkan anak usia dini adalah masa windows of opportunity. Pada masa ini, otak anak bagaikan spons yang dapat menyerap cairan. Agar dapat menyerap, spons tersebut tentunya harus ditempatkan dalam air. Air inilah yang diumpamakan sebagai pengalaman. Di sinilah letak peranan orangtua yang bertugas memberikan pengalaman kepada anak-anak dan mengenalkan mereka pada aktivitas yang diminatinya.
Jika sejak bayi anak sudah distimulasi dengan berbagai rangsangan, otak kecilnya pun akan menyerap. Sebagai contoh, kemampuan bicara anak, jika tidak sering dirangsang, maka anak akan mengalami keterlambatan berbicara. Namun, jika anak intens diajak berbicara, kemampuan verbalnya pun akan terstimulasi dengan baik.
Hasil penelitian tentang perkembangan intelektual anak menunjukkan bahwa pada usia 4 tahun anak sudah mencapai separuh dari kemampuan intelektualnya, dan pada umur 8 tahun akan mencapai 80 %. Setelah umur 8 tahun, kemampuan intelektualnya hanya dapat diubah sebanyak 20%. Selama 4 tahun pertama dari kehidupannya, perkembangan intelektual anak sama banyaknya dengan perkembangan selama 13 tahun berikut.
            Karena itu, menggali dan mengembangkan potensi mereka sejak dini menjadi sangat penting. Banyak ahli yang mengatakan bahwa kapasitas belajar anak yang terbentuk dalam masa ini akan menjadi landasan bagi semua proses belajar pada masa depan. Orang dewasa yang tetap ias belajar dengan mudah umumnya adalah mereka yang dari sejak kecil terbiasa menggunakan otaknya untuk belajar. Mereka yang cabang-cabang otaknya lebih banyak karena sering dipakai belajar sewaktu kecil, ternyata punya respon yang lebih bagus, inisiatif yang lebih cepat, daya tangkap dan ketelitian yang lebih bagus. Selain itu, motivasinya untuk maju juga berbeda.
Keberhasilan suatu pendidikan sering dikaitkan dengan sejauhmana orangtua memahami anak sebagai individu yang unik. Setiap anak memiliki potensi (keahlian) yang berbeda, namun saling melengkapi dan berharga. Potensi yang dimaksud di sini adalah hal-hal spesifik yang apa pada diri anak, yang tampak lebih jika dibandingkan dengan anak seusianya. Selain unik, mereka adalah tetap anak-anak, yang masih terus tumbuh dan berkembang. Anak-anak pada dasarnya kreatif. Mereka mempunyai rasa ingin tahu yang besar, senang bertanya, dan memiliki imajinasi yang tinggi. Pengalaman konkret adalah yang dibutuhkan anak dalam usia ini. Untuk itu, sejak dalam kandungan, ibu dapat melakukan berbagai hal yang dapat menstimulasi perkembangan otak bayi. Di antaranya dengan membacakan cerita, ayat-ayat al-Quran atau sekadar mengajak bayi mengobrol. Penelitian menunjukkan otak bayi dalam kandungan dapat merespons kondisi di luar; telinga bayi tersebut dapat mendegar apa yang ibu ucapkan.
Munculnya potensi (kemampuan) anak memang bergantung pada rangsangan yang diberikan orangtua. Karena itu, wajib bagi orangtua untuk menggali sekaligus mengembangkan potensi anak sejak dini. Makin dini anak menerima stimulasi akan makin baik. Lalu apa yang semestinya dilakukan orangtua untuk menggali dan mengembangkan potensi anak usia dini?
Pembelajaran dan pelatihan bahasa pada masa kini menggunakan pendekatan mengajar sambil bermain atau bermain sambil belajar. Pakar pendidikan anak seperti Freobel, Dewey, Montessori menganjurkan pendekatan bermain sebagai salah satu cara yang efektif dalam rangka mengembangkan potensi anak, termasuk dalam hal ini mengembangkan kemampuan bahasa.
Bentuk-bentuk Permainan Bahasa yang dapat dilakukan guru atau orang tua untuk mengembangkan bahasa pada anak antara lain :
1.    Permainan ”Tebak Kreatif”
Permainan ini dimaksudkan untuk menambah perbendaharaan kata anak dan pengucapan kata. Guru/Orangtua meminta anak menjawab suatu benda atau obyek dengan terlebih dahulu menyebutkan ciri, identitas dan karakteristiknya. Benda atau obyek yang dimaksud dapat disesuaikan denga tema yang berhubungan dengan KBM. Untuk membuat penasaran anak, guru menyebut ciri-ciri umum dulu kemudian ciri-ciri khusus.
Misal : Aku seekor binatang, tubuhku besar, hidungku panjang, telingaku lebar. Binatang apakah aku ? Tempo pada akhir ciri dan identitas obyek dipercepat untuk memancing reaksi spontan dalam menjawab.
2.    Permainan ”Tebak Kata”
Permainan ini untuk mengembangkan kosa kata dan pengucapan kata anak. Anak-anak diminta menebak benda atau obyek yang disepakati diawali dengan huruf awal dari benda tersebut.
Misal : Guru bertanya : Nama buah apa yang dimulai dengan huruf a, anak menjawab bergantian sambil bertepuk bersama, anak yang tidak dapat menjawab dinyatakan kalah dalam permainan. Permainan ini dapat disesuaikan dengan tema.


3.    Permainan Bisik Berantai
Permainan ini bertujuan mengembangkan kemampuan mendengar atau menyimak. Permainan ini dapat dilombakan menjadi beberapa kelomppok anak. Setiap kelompok terdiri dari 4 sampai 7 anak. Anak berbaris berbanjar. Guru membisikkan 3-4 kata yang sesuai dengan tema. Kemudian anak tesebut membisikkan pada anak berikutnya. Anak yang terakhir mengucapkan dengan keras. Jika benar dinyatakan menang, jika salah dinyatakan kalah. Kata-kata yang dibisikan, sebaiknya mengandung pesan baik.
4.    Permainan ”Kita Satu kata”
Permanen ini mengembangkan kemampuan membaca anak, guru atau orang tua menyiapkan kepingan suku kata dengan ukuran ..... untuk memudahkan anak untuk mengenal dan menghafal kata tertentu dapat dibantu menggunakan warna atau bentuk yang sama pada setiap kata. Masing- masing untuk memegang satu suku kata lainnya.
Dua anak yang paling cepat membentuk kata dinyatakan
 pemenang.
5.    Permanen ” Baca Tepuk / Jentik / Pegang.
Permainan ini dimaksudkan untuk mengembangkan kemampuan membaca anak. Anak diminta membaca suku kata sambil bertepuk, menjentik, pegangan sesuai dengan jumlah bunyi suku kata, dilakukan secara bertahap.
Misal :
Dengan tepukan Kombinasi
a = prok a a bu = prok prok tuk
a a = prok prok a bu = prok tuk
Dengan jentikan
bu = tik dll.
bu bu = tik tik
6.    Permainan ”Baca Lompat”
Permainan ini juga dalam rangka mengembangkan kemampuan membaca anak. Prinsipnya sama dengan tepuk / jentik / pegang, hanya aktivitas dilakukan dengan kegiatan melompat. Media yang digunakan adalah bunyi kepingan suku kata, atau dapat menggunakan media permainan ”kita satu suku kata”. Keping diletakkan di lantai dan setiap kali anak melompat dan menginjak keping, saat itu mengucapkan bunyi suku kata
7.    Permainan ”Berpisah untuk Bersatu”
Permainan ini juga mengembangkan kemampuan membaca anak. Guru menyiapkan gambar yang sesuai dengan tulisan (sesuai tema) dan meyiapkan kepingan suku kata juga menyediakan pot-pot bunga dengan ukuran besar dan kecil.
Gambar dengan tulisannya direkatkan pada kertas ariston, kemudian ditempatkan pada kayu, kepingan suku kata ditempelkan pada sedotan. Permainan ini dilaksanakan dengan cara kempetisi, dapat dilaksanakan secara indivisu, maupun kelompok.
Gambar dengan tulisan yang ditempel pada sedotan, ditancapkan pada pot besar sedangkan kepingan suku kata diletakkan di atas meja. Anak memindah dan mencocokkan sesuai gambar dan tulisan dengan cara ditancapkan pada pot-pot kecil yang berada di depan pot besar. Permainan ini dapat dilakukan ulang dengan gambar yang berbeda.
Ada juga cara-cara lain yang bisa dilakukan untuk mengembangkan potensi bahasa pada anak, cara-cara tersebut  dilakukan secara terus-menerus dan konsisten, maka anak akan termotivasi untuk terus mengembangkan kemampuannya berbahasa dan berkomunikasi dengan baik. Inilah beberapa hal yang perlu diperhatikan orang tua saat berkomunikasi dengan batita:
1.    Gunakan kalimat dan kata yang tidak bermakna ganda.
Contoh, “Jangan ke sana, bahaya!” Ingat, ke sana itu bisa berarti ke luar rumah, ke tempat cucian, ke dapur, dan ke banyak tempat lainnya. Lebih baik, katakan, “Jangan ke dekat kompor menyala, bahaya!”
2.    Gunakan selalu kalimat pendek.
3.    Hindari kata-kata kotor dan kasar jika tak ingin anak menirunya.
4.    Karena anak masih belajar, orangtua sebaiknya melantunkan bahasa dengan jelas, tidak cepat-cepat dan dengan gerak mulut (bibir dan lidah) yang tegas sehingga mudah dikenali dan diikuti anak.
5.    Jika menemukan kesalahan pada kata/kalimat dalam bahasa anak, segera betulkan dengan cara mengulang ucapannya secara benar.
Dengan latihan,bimbingan, dan belajar bahasa terus menerus dan disiplin, anak akan lebih cepat memahami bahasa dan memperbanyak kosakata.Oleh karena itu, Pendidik perlu menerapkan ide-ide yang dimilikinya untuk mengembangkan kemampuan berbahasa anak, memberikan contoh penggunaan bahasa dengan benar, menstimulasi perkembangan bahasa anak dengan berkomunikasi secara aktif. Anak terus perlu dilatih untuk berpikir dan menyelesaikan masalah melalui bahasa yang dimilikinya. Kegiatan nyata yang diperkuat dengan komunikasi akan terus meningkatkan kemampuan bahasa anak. Lebih daripada itu, anak harus ditempatkan di posisi yang terutama, sebagai pusat pembelajaran yang perlu dikembangkan potensinya. Anak belajar bahasa perlu menggunakan berbagai strategi misalnya dengan permainan-permainan yang bertujuan mengembangkan bahasa anak dan penggunaan media-media yang beragam yang mendukung pembelajaran bahasa. Anak akan mendapatkan pengalaman bermakna dalam meningkatkan kemampuan berbahasa dimana pembelajaran yang menyenangkan akan menjadi bagian dalam hidup anak.



DAFTAR PUSTAKA

Subyantoro. 2009. Pelangi Pembelajaran Bahasa: Tinjauan Semata Burung Psikolinguistik. Semarang: Universitas Negeri Semarang Press.

Godam64. Definisi/Pengertian Bahasa, Ragam dan Fungsi Bahasa - Pelajaran Bahasa Indonesia. http://organisasi.org. Diunduh pada 25 April 2008
Nisa. Kiat Memicu Potensi Anak. http:// www.okezone.com. Diunduh pada 16 Mei 2008.
Amelia. Perkembangan Bahasa Dan Implikasinya Dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia. http://ameliasukabumi.blogspot.com. Diunduh pada 24 November 2008
Pane, Eli Tohonan Tua. Implementasi Pengembangan Bahasa Anak Usia Dini. Diunduh pada  30 Januari  2009.
Serly, Duli. Hakikat Bahasa. http://www.duser.com. Diunduh pada 12 Oktober 2009
Syarif. Mengembangkan Potensi Kecerdasan Bahasa
Anak Melalui Bermain
. http://www.gurubagus.co.cc. Diunduh pada 28 Desember 2009
Tahrir, Hizbut. Mengembangkan Potensi Anak Usia Dini. http://hizbut-tahrir.or.id. Diunduh pada 9 Maret 2010

Nurhidayati, Isnaini. Pengertian Dan Hakikat Bahasa. http://pbsindonesia.fkip-uninus.org. Diunduh pada 30 Maret 2010

Admin. Mengajarkan Kata dan Bahasa Pada Anak Batita. http://www.sahabatwanita.com. Diunduh pada 30 Maret 2010